Perbedaan dan Persamaan Konteks Tugas Guru dan Konselor



A.      PENDAHULUAN
Didalam dunia pendidikan terdapat proses pembelajaran atau belajar mengajar  yang mencakup beberapa aspek atau unsur utama, yakni guru dan murid (peserta didik). Guru atau pengajar merupakan individu-individu yang memiliki tugas dan peranan penting dalam memberikan dan mentransfer pengetahuan kepada para peserta didiknya, sedangkan murid atau peserta didik adalah individu-individu yang berusaha mempelajari segenap pengetahuan yang diajarkan, diberikan dan dijelaskan oleh para pengajar. Pada perkembangannya, tugas seorang guru kini semakin terlihat semakin kompleks. Tugas guru bukanlah hanya untuk menyampaikan segudang materi dengan teori-teori konsep yang begitu rumit, tetapi seorang guru juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan bimbingan serta konseling kepada para peserta didiknya untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Oleh sebab itu guru harus mempelajari terlebih dahulu tentang kode etik konselor, komponen-komponen kode etik, apa saja sikap dan kemampuan yang harus dimiliki seorang guru pembimbing (konselor), sehingga guru itu nantinya bsa menjadi seorang konselor yang professional yang dapat membantu memecahkan masalah peserta didik(klien). Untuk itu penulis akan membahas tentang hal tersebut.

B.       PEMBAHASAN
1.    Perbedaan dan Persamaan Konteks Tugas Guru dan Konselor
Tugas guru dan konselor itu memiliki persamaan dan perbedaan yaitu itu bisa dilihat pada table berikut :
Dimensi
Guru
Konselor
1. Wilayah Gerak
Khususnya Sistem Pendidikan Formal
Khususnya Sistem Pendidikan Formal
2. Tujuan Umum
Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional
Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional
3. Konteks Tugas
Pembelajaran yang mendidik melalui mata pelajaran dengan skenario guru-murid
Pelayanan yang memandirikan dengan skenario konseling-konselor
Fokus Kegiatan
Pengembangan kemampuan penguasaan bidang studi dan masalah-masalahnya.
Pengembangan potensi diri bidang pribadi, sosial, belajar, karier, dan masalah-masalahnya.
Hubungan Kerja
Alih tangan (referal)
Alih tangan (referal)
4. Target Intervensi


    Individual
Minim
Utama
    Kelompok
Pilihan Strategis
Pilihan Strategis
    Klasikal
Utama
Minim

5. Ekspektasi Kinerja


Ukuran Keberhasilan
Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan
Lebih Bersifat Kuantitaif
Kemandirian dalam kehidupan
Lebih bersifat kualitatif yang unsur-unsurnya saling terkait.
Pendekatan Umum
Pemanfaatan Instructional Effects & Nurturant Effects melalui pembelajaran yang mendidik
Pengenalan diri dan lingkungan oleh konseling dalam rangka pengentasan masalah pribadi, sosial, belajar dan karier. Skenario tindakan merupakan hasil transaksi yang merupakan keputusan konseling.
Perencanaan tindak intervensi
Kebutuhan belajar ditetapkan terlebih dahulu untuk ditawarkan kepada peserta didik.
Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan dalam proses transaksional oleh konseli, difasilitasi oleh konselor.
Pelaksanaan tindak intervensi
Penyesuaian proses berdasarkan respons ideosinkretik peserta didik yang lebih terstruktur
Penyesuaian proses berdasarkan respons ideosinkretik konseli dalam transaksi makna yang lebih lentur dan terbuka.

Jadi tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru, konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu, masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal)
Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya. Demikian pula, masalah-masalah peserta didik yang ditangani konselor terkait dengan proses pembelajaran bidang studi dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya. Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini berarti dalam pengembangan dan proses pembelajaran fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru. Sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.
2.    Kode Etik
§  Pengertian dan Komponen Kode Etik
Kode Etik adalah pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.[2] Kode Etik Profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap tenaga profesi dalam menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupan di masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia : Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia.[3]
      Komponen Kode Etik yaitu :
1.    Apa yang seharusnya dilakukan
Pada konselor yang harus dilakukannya adalah mematuhi kode etik konselor yaitu :
a)    Memberikan pedoman etis/moral berprilaku waktu mengambil keputusan bertindak menjalankan tugas profesi konseling;
b)   Memberikan perlindungan kepada klien;
c)    Mengatur tingkah laku pada waktu menjalankan tugas dan mengatur hubungan konselor dengan klien, rekan sejawat, dan tenaga-tenaga profesional lainnya, atasan, lembaga tempat bekerja, dan masyarakat;
d)   Memberikan dasar untuk melakukan penilaian atas kegiatan profesional yang dilakukannya;
e)    Menjaga nama baik profesi terhadap masyarakat dengan mengusahakan standar mutu pelayanan dengan kecakapan tinggi dan menghindari perilaku tidak layak;
f)    Memberikan pedoman berbuat bagi konselor jika menghadapi delima etis;
g)   Menunjukkan kepada konselor standar etika yang mencerminkan pengharapan masyarakat. 
2.    Apa yang tidak boleh dilakukan
          Jika tenaga profesi melanggar kode etik maka tenaga profesi akan diberi sangsi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.
a)     Sanksi moral
b)    Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan      kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah          mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan    ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat    melanggar kode etik.
3.    Apa yang diharapkan dari tenaga profesi
               Yang diharapkan dari tenaga profesi adalah bisa mencapai tujuan profesi yaitu :
1. Menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Meningkatkan mutu profesi.
5. Meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.[4]
§  Persoalan Yang Muncul Jika kode Etik Dilanggar
Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi sering bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Maka persoalan yang muncul yaitu tenaga profesi itu bisa dikeluarkan dari organisasi tersebut. Selain mendapat sanksi moral dia juga mendapat sanksi dikeluarkan dari organisasi.

3.    Sikap dan Kemampuan Dasar Dalam Membimbing
       Sikap adalah kecendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap sesuatu objek. Misalnya : kelompok orang, adat kebiasaan, keadaan, atau institusi tertentu.
       Sikap dan kemampuan dasar yang harus dimiliki konselor dalam membimbing yaitu :
a)    Keyakinan atau pandangan terhadap klien
Guru sebagai pembimbing  harus berpandangan positif terhadap klien. Misalnya anak yang paling rendah nilainya dikelas, dia ingin meminta bantuan kepada guru pembimbing (konselor) maka kita sebagai konselor harus berpandangan positif dulu kepada klien ini jangan kita mencap dia sebagai anak yang bodoh, tapi kita bantu dulu dia memecahkan masalahnya. Mungkin nilainya rendah karena kurang belajar atau tidak memahami konsep atau lain sebagainya. Jadi kita harus yakin bahwa klien ini memberikan informasi yang sebenarnya pada kita sehingga masalah ini bisa dipecahkan atau dicari solusinya.
b)   Norma dan nilai
Seorang guru pembimbing harus memiliki sikap dan nilai yang sesuai dengan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum, maupun kebiasaan sehari-hari. Sehingga guru pembimbing (konselor) ini bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didik (klien) nya, selain itu konselor juga memiliki nilai-nilai yang positif didalam dirinya. Sehingga norma dan nilai tersebut bisa diterapkan pula pada diri klien. Contohnya ada seorang peserta didik yang suka mencuri, nah kita sebagai seorang pembimbing tidak boleh langsung menghukumnya tapi kita beri dulu nasehat-nasehat yang menyangkut nilai-nilai dan norma-norma yang ada. Dengan begitu mungkin peserta didik itu bisa paham. Tapi sebelum kita menerapkan nilai-nilai itu kepada diri peserta didik hendanya kita sebagai guru pembimbing telah bisa mengikuti/menjalani norma dan nilai tersebut, sehingga kita bisa dijadikan contoh oleh peserta didik tersebut.
c)    Kemampuan menerima klien sebagaimana adanya
Misalnya ada seorang klien yang datang kepada konselor maka hendaknya seorang klien ini diterima oleh konselor sebagai pribadi dengan segala harapan, ketakutan, keputus-asaan, dan kebimbangannya. Klien datang pada konselor untuk meminta pertolongan dan minta agar masalah serta kesukaran pribadinya dimengerti. Maka konselor harus dapat menerima dan melihat kepribadian klien secara keseluruhan dan dapat menerimanya menurut apa adanya. Konselor harus dapat mengakui kepribadian klien dan menerima klien sebagai pribadi yang mempunyai hak untuk mengambil keputusan sendiri. Konselor harus percaya bahwa klien mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Sikap penerimaan merupakan prinsip dasar yang harus dilakukan pada setiap konseling.
d)   Kemampuan memahami klien
Guru pembimbing harus mampu memahami dengan senang hati dan berusaha sekuat tenaga melaksanakan tugasnya melayani peserta didik (klien) secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan peserta didik (klien). Contohnya klien itu mempunyai masalah dengan teman sekelasnya, jika dilihat sepintas menurut penilaian guru(konselor) klien ini yang salah, tapi kita tidak boleh langsung memvonis kalau dia yang bersalah, kita dengarkan dulu penjelasannya, pahami dengan posisinya sehingga kenapa muncul masalah seperti itu.
e)    Kemampuan membina keakraban
Sebagai guru pembimbing kita harus bisa membina keakraban dengan pesera didik(klien) itu. Caranya mungkin kita menggunakan cara bcara yang lembut, penuh kasih sayang, sabar, dan yang paling pentting yaitu terbuka. Dengan begitu klien itu akan mudah akrab dengan kita.
f)    Empati
Disini guru pembimbing dituntut untuk dapat merasakan apa yang dirasakan oleh klien. Maksudnya disini misalkan klien mempunyai sebuah masalah, kita sebagai seorang konselor hendaknya memposisikan diri sejajar dengan diri klien. Ikut merasakan apa yang dirasakan kalau kita jadi klien tersebut. Jadi konselor dan klien bersama-sama memecahkan masalah klien tersebut dan mencari jalan keluarnya.
g)   Kemampuan memperhatikan
Guru pembimbing harus mampu secara cepat memberikan perhatian terhadap yang terjadi dan/atau mungkin terjadi pada diri peserta didik. Contohnya klien yang punya masalah, disini guru hendaknya mendengarkan dahulu penjelasan dari klien kenapa masalah itu terjadi, setelah itu guru harus memberikan solusi, tidak hanya menyangkut masalah saat itu tapi tapi juga memberikan solusi untuk mengantisipasi dampak yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

4.    Profesional dan Profesionalisasi
       Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya. [5]
Selain itu penyandangan dan penampilan “professional” ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan “guru professional” adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, dsb baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan “guru professional” juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dengan demikian, sebutan “profesional’’ didasarkan pada pengakuan formal terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Contoh lainnya misalnya ada seorang guru yang sangat disiplin. Jadi  guru disiplin ini bisa disebut juga guru yang professional dengan pekerjaanya.
       Profesionalisasi adalah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau menjadi orang yang profesional.[6]
       Contoh cara / proses yang dilakukan untuk menjadi orang professional (profesionalisasi) yaitu :
a)    Konselor harus memulai karirnya sejak hari – hari perama menampilkan diri konselor sekolah dengan program kerja yang jelas dan siap untuk melaksanakan program tersebut.
b)   Konselor sekolah harus selalu mempertahankan sikap professional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antar konselor dengan personil sekolah lainnya dan dengan siswa.
c)    Adalah tanggung jawab konselor untuk memahami peranannya sebagai konselor professional dan menterjemahkan peranannya itu kedalam kegiatannya.
d)   Konselor sekolah, agar dapat bekerja efektif, harus memahami tanggung jawabnya kepada semua siswa, baik siswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa – siswi yang mempunyai bakat istimewa (gifted), yang berpotensi rata – rata yang pemalu dan yang menarik diri dari hadapan khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka pada konselor atau personil lainnya.
e)    Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa yang mengalami masalah dengan kadar cukup parah dan siswa yang mengalami emosional khusus, khususnya melalui program – program kelompok, program kegiatan diluar sekolah dan kegiatan pendidikan atau pengajaran disekolah dan bentuk layanan lainya.[7]
Dengan cara/proses (profesionalisasi) seperti ini maka seorang konselor akan menjadi seorang konselor professional.
Daftar Kepustakaan

Dirjen PMPTK, 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta
Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/keunikan-dan-keterkaitan-pelayanan-guru-dan-konselor/






Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATA SERAPAN DAN TANDA BACA

Pendekatan Pemecahan Masalah

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK