EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA



1.      Langkah-langkah Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran
a.       Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun dulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu :
*      Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi. Perumusan tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab tanpa tujuan yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan fungsinya.
*      Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi,misalnya apakah aspek kognitif,aspek afektif,ataukah aspek psikomotorik.
*      Memilih dan menentukan tekhnik yang akan dipergunakan didalam pelaksanaan evaluasi itu akan dilaksanakan dengan teknik tes atau nontes.
*      Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik,seperti butir soal tes hasil belajar.
*      Menentukan tolok ukur,norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi.
*      Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri.
b. Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran misalnya,dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila hasil belajar itu menggunakan teknik tes),atau melakukan pengamatan.wawancara atau angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa ranting scale, check list, interview guide atau questionnaire (apabila hasil evaluasi belajar itu menggunakan teknik nontes)
c.  Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebih dahulu sebelum diolah. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data yang dimaksud untuk dapat memisahkan data yang “baik” (yaitu data yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari dat yang “kurang baik” (yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).
d.       Mengolah dan menganalisis data
Mengolah dan menganalisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat berbicara.
e.  Memberi interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar evaluasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tentu harus mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri. 
f. Tindak lanjut hasil evaluasi
Bertitik dari data hasil evaluasi yang telah disusun,diatur,diolah,dianalisis,dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung didalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang di pandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.

2.      Menyusun kisi-kisi soal
Tujuan penyusunan kisi-kisi soal adalah merumuskan setepat mungkin ruang lingakup, tekanan, dan bagian-bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi sipenyusun tes (Sumadi Suryabrata, 1987 :7).
Dalam penyusunan kisi-kisi soal disusun dalam tabel analisis ganda, sekurang-kurangnya terdiri dari dua aspek, yaitu :
a.       Aspek isi pengetahuan
b.      Aspek tujuan pendidikan, yang dirumuskan dalam TIK yang diformulasikan dari taksonomi Bloom’s.
Analisis dari dua aspek ini diperoleh informasi mengenai rincian tingkat kompetensi, sehingga sebaran soal pada tiap pokok bahasan yang menunjang kompetensi tersebut dapat diperhitungkan secara merata.
Dalam kisi-kisi soal ini, dapat dimasukkan dimasukkan pula tingkat kesukaran dan bentuk soal, dengan demikian, dalam satu-satu kisi-kisi tersebut informasi tentang presentase soal yang memiliki tingkat kesukaran tertentu, variasi penggunaan jenis soal, sesuai dengan kompetensi dan tingkat kesukarannya.
Selanjutnya masalah format kisi-kisi soal dapat berkembang sesuai dengan kreasi masing-masing pendidik, namun secara umum prinsip analisis ganda antara isi pengetahuan, aspek psikologik yang diukur dan variasi penggunaan soal baik tingkat kesukarannya maupun bentuk soalnya masih tetap ada.
Contoh kisi-kisi soal bidang





a.      Memilih tipe-tipe soal
Dalam contoh kisi-kisi di atas, disajikan tipe soal khususnya tes objektif. Yang menjadi masalah adalah pertimbangan apakah yang digunakan untuk memilih tipe soal tersebut, untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni:
1.      Kesesuaian antara tipe soal dengan tujuan evaluasi
2.      Kesesuaian antara tipe soal dengan tujuan evaluasi
3.      Kesesuaian antara tipe soal dengan skoring
4.      Kesesuaian antara tipe soal dengan pengolahan hasil evaluasi
5.      Kesesuaian antara tipe soal dengan pengolahan hasil evaluasi
6.      Kesesuaian antara tipe soal dengan administrasi tes yaitu penyelenggaraan dan pelaksanaan tes
7.      Kesesuaian antara tipe soal dengan dana dan kepraktisan
Tipe sosial harus disesuaikan dengan penyelenggaraan evaluasi, masalah waktu, tempat, sistem penyelenggaraan, banyak sedikitnya peserta, siapa saja yang akan mengolah hasil evaluasi tersebut, masalah dana yang disediakan untuk mencetak soal serta pertimbangan kepraktisan seperti kemungkinan soal akan dipakai berkali-kali atau sekali pakai
b.      Merencanakan taraf kesukaran
Satu hal yang harus diperhitungkan oleh perancang tes adalah mempertimbangkan taraf kesukaran soal. Faktoe yang perlu dipertimbangkan berkaitana dengan tingkat kesukaran butir soal adalah acuan yang digunakan oleh pendidik untuk menentukan keberhasilan belajar/ evaluasi, bila pendidikan mempunyai patokan maka tingkat kesukaran soal hendaknya dibuat dalam radius di sekitar daerah rata-rata.


3.      Aspek-aspek yang Dinilai Dari Pembelajaran (Domain Pembelajaran)
Kurikulum 2004 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang tidak semata-mata meningkatkan pengetahuan peserta didik, tetapi kompetensi secara utuh yang merefleksikan ketiga domain pengajaran yaitu Kognitif, Afektif dan Psikomotor sesuai dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran. Hasil yang diharapkan dari peserta didik sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang meliputi ketiga domain tersebut.
A.    Kognitif
Kegiatan kognitif adalah kegiatan yang mencakup mental (otak). Menurut Bunjamin S. blom segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dnegan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut adalah:
1.           Pengetahuan (Knowledge), yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah peserta didik disuruh menghafal surat-surat pendek dalam Alquran, menterjemahkannya dan menuliskan dengan baik dan benar dalam pembelajaranb agama di sekolah. Kemampuan untuk mengingat ini ada 11 jenis yaitu: (1) mengingat hal-hal yang bersifat khusus seperti informasi, symbol-simbol konkrit, (2) mengingat istilah-istilah baik yang bersifat verbal maupun non verbal, (3) mengingat fakta seperti tempat, nama, tanggal,dan lain-lain (4) mengingat suatu pengertian, batasan, defenisi dan lain-lain (5) mengingat urutan suatu peristiwa atau proses (6) mengingat klasifikasi atau kategori (7) mengingat kriteria suatu fakta (8) mengingat suatu prosedur dan metode tertentu, teknik tertentu dalam memulai sesuatu (9) mengingat klasifikasi atau kategori (10) mengingat suatu prinsip dan generalisasi (11) mengingat teori dan bentuk.
                        Ciri-cirinya:
v  Jenjang belajar terendah
v  Kemampuan mengingat fakta-fakta
v  Kemampuan menghafalkan rumus, definisi, prinsip, prosedur
v  Dapat mendiskripsiskan
2.           Pemahaman (comprehensiona), adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pemahaman ini adalah peserta didik diminta untuk menjelaskan suatu makna mislanya makna "musyawarah", ada tiga tingkat pemahaman yaitu:
a.       Pemahaman terjemah
b.      Pemahaman penafsiran
c.       Pemahaman yang ekstrapolasi
Ciri-cirinya:
v  Mampu menerjemahkan
v  Mampu menafsirkan,mendiskripsikan secara verbal
v  Pemahaman eksrtapolasi
v  Mampu membuat estimasi
3.           Penerapan atau aplikasi (application) kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya dalam situsi yang baru dan konkrit, aplikasi atau  penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi dari pada pemahaman. Sebagai contoh, peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Ciri-cirinya:
v   Kemampuan menerapkan materi pelajaran dalam situasi baru
v   Kemampuan menetapkan prinsip atau generalisasi pada situasi baru
v   Dapat menyusun problema-problema sehingga dapat menetapkan generalisasi
v   Dapat mengenali hal-hal yang menyimpang dari prinsip dan generalisasi
v   Dapat mengenali fenomena baru dari prinsip dan generalisasi
v   Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi
v   Dapat menentukan tindakan tertentu berdasarkan prinsip dan generalisasi
v   Dapat menjelaskan alasan penggunaan prinsip dan generalisasi
4.           Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau factor-faktor yang satu dengan factor-faktor lainnya. Jenjang analisa adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. Contohnya peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seseorang siswa di rumah, di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari, di tengah-tengah masyarakat.
Ciri-cirinya:
v  Dapat memisah-misahkan suatu integritas menjadi unsur-unsur,menghubungkan antar unsur,dan mengorganisasikan prinsip-prinsip
v  Dapat mengklasifikasikan prinsip-prinsip
v  Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu
v  Meramalkan kualitas/kondisi
v  Mengetengahkan pola dan prinsip-prinsip organisasi materi yang dihadapi
v  Meramalkan dasar sudut pandangan atau kerangka acuan dari materi
5.           Sintesis (syntesis) adalah suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsure-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau membentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya lebih tinggi dari analisa. Contohnya yaitu peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagaimana telah diajarkan oleh agama.
Ciri-cirinya:
v  Menyatukan unsure-unsur,atau bagian –bagian menjadi satu keseluruhan
v  Dapat menemukan hubungan yang unik
v  Dapat merencanakan langkah yang konkrit
v  Dapat mengabstraksikan suatu gejala,hipotesa,hasil penelitian,dan sebagainya.
6.           Penilaian/ penghargaan/ evaluasi (evaluation) merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap sesuatu situasi, nilai atau ide. Penilaian atau evaluasi di sini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap sesuatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan-patokan kriteria yang ada. Seperti peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat yang akan menimpa sesoerang yang bersifat malas atau tidak disiplin sehingga pada akhirnya kedsiplinan merupakan perintah Allah SWT yangw ajib dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk lebih jelasnya keenam jenjang berpikir pada kognitif ini dapat dilihat melalui gambar di bawah ini












                                                

B.     Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu:
2.      Pengenalan/ Penerimaan (Receiving) Adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang dating kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Contoh hasil belajar afektif jenjang ini adalah anak menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas harus dibuang jauh-jauh.
3.      Pemberian respon (Responding) yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Contoh hasil belajar ranah efektif jenjang ini adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh ajaran-ajaran islam tentang kedisiplinan.
4.      Penghargaan Terhadap Nilai(Valuing), Penghargaan terhadap suatu nilai merupakan perasaan, keyakinan atau anggapan bahwa suatu gagasan, benda atau cara berfikir tertentu mempunyai nilai.dalam hal ini anak secara konsisten berprilaku sesuai dengan suatu nilai meskipun tidak ada pihak lain yang meminta atau yang mengharuska
5.      Pengorganisasian (organization). Pengorganisasian menunjukkan saling keterhubungan antara nilai-nilai tertentu dlam suatu system nilai, serta menentukan nilai mana yang mempunyai prioritas lebih tinggi dari pada nilai yang lain. Dalam hal ini diharapkan menjadi commited terhadap suatu sistem nilai. Dalam hal ini peserta didik diharapkan untuk mengorganisasikan berbagai nilai yang dipilihnya kedalam sutu nilai tersebut. Contoh hasil belajar jenjang ini adalah anak telah memiliki pengetauhan tentang pengetahuan secara umum itu penting sekali, tapi ia juga beranggapan pengetahuan tentang IPTEK sangat penting, tetapi tidak lebih penting dari pada pengetahuan tentang kemanusian, sebab seharusnya pengetahuan kemanusiaan akan memberi pedoman dan control terhadap perkembangan IPTEK
6.      Pengamalan (characterization). Jenjang ini merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki sesorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah-lakunya. Disini proses internalisasi nilai teleh menempati tempat tertinggi dala suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sitemnya dan telah mempengaruhi emasinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sitem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik ”pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan
  
C.    Psikomotor
Ranah ini dikembangkan oleh Harrow 1972 yang mengatkan hasil belajar dalam bentuk ini tampak dalam bentuk ketermpilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar afektif. Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik menunjukan perilaku atau perbuatan sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif. Pada ranah ini Harrow juga menyususn psikomotor secara hierakhis dalam enam tingkat, mencaakup tingkat meniru sebagai yang paling sederhana dan naturalisasi sebagai yang paling kompleks. Prilaku psikomotor menekankan pada keterampilan neoro-mascular yaitu keterampilan yang bersangkutan dengan gerakan otot. Keenam tingkat tersebut adalah :
1.      Gerakan refleks (reflex movement)
Artinya adalah gerkan refleks merupakan dasar semua prilaku bergerak respon terhadap stimulus tanpa disadari yang dimiliki sejak lahir. Kesemuanya berhubungna dengan gerakan-geakan yang dikoordinasikan oleh otak dan bahgian sum-sum tulang belakang. Contoh hasil belajar tingkat ini adalah melompat, berjalan, menunduk, menggerakan leher dan kepala, memegang dan lain-lain.
2.      Gerakan dasar (basic fundamental movement)
Artinya adalah gerkan yang menuntut keterampilan yang sifatnya lebih kompleks dengan kat lain gerkan ini muncul tanpa latihan tapi dapt diperhalus melalui praktek dan gerkan ini terpola dan dapat ditebak. Contoh hasil belajar pada tingkat ini adalah gerakan berpindah seperti merangkak, maju perlahan lahan, bejalan, berlari-lari, melompat-lompat, memanjat. Gerakan manipulasi seperti menyusun balok-balok, menggunting, menggambar dengan krayon, ketrampilan gerak tangan dan jari seperti memainkan bola, menggambar.
3.      Gerakan persepsi (perceptual Abilities)
Artinya kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerkan. Contohnya adalah menangkap bola, melompat dari suatu petak ke petak lain dengna satu kaki dengan menjaga keseimbangan badan, membedakan suara dari berbagai burung bintang dan sebaginya.
4.      Gerakan kemampuan fisik (psycal abilites)
Artinya adalah kemampuan yang diperlukan unutk mengembnagkan gerkan keterampilan tingkat tinggi, kemapuan untuk melanjutkan aktifitas, termasuk ketahanan otot dan denyut jantung, kempuan utuk menggunakan otot dan mengadakan perlawanan, rentangan gerkan sendi, dan kempuan untk bergerak cepat termasuk kemapuan untuk merubah arah, memulai atau berhenti, mengurangi waktu senggang antara reaksi dan respon dan meningkatkan ketangkasan. Contoh kegiatan belajar seperti berlari jauh, melakukan senam, menari melakukan push up dan lainp-lain.
5.      Gerakan teramapil (Skilled movements)
Artinya gerkan yang memerlukan belajar, misalnya keterampilan dalam menari, olah raga. Garakan yang dapat mengopntrol berbagi tingkatan gerak, terampil, tangkas, cekatan dalam mel;aukakn gerkan yang sulit dan rumit. Contoh kegiatn dan hasil belajarnya seperti; melakukan gerakan terampil dari berbagai cabang olah raga, bermain piano, mengetik, membuat kerajiana tangan dan sebaginya.
6.      Gerakan Indah dan kreatif (Nondiscursive Comunication)
Artinya mengkomonikasikan perasaan melalui gerakn, gerak estetis, gerkan-gerkan terampil yang efisien dan indah, gerak kreatif; gerkan-gerkan pada tingkat tertinggi untuk mengkomonikasikan gerakan seperti; kerja senio yang bermutu; membuat patung dan melukis, menari balett, dan bermain drama.

Untuk mengetahui hasil belajar dari ketiga domain atau ranah tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat evaluasi sesuai dengan ranahnya masing-masing, uraian mengenai hal ini akan dibicarakan pada Bab berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Chabib Thoha, 1996 Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Pemecahan Masalah

KATA SERAPAN DAN TANDA BACA

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK