Tasawuf

Tasawuf
A.    Pengertian Tasawuf
1.      Secara Bahasa
Secara bahasa, pengertian tasawuf terdiri atas beberapa istilah berikut :
a.       Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahlu suffah, yang berarti sekelompok orang pada masa rasulullah yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi mesjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.[1]
b.      Tasawuf  berasal dari kata shaffa,  artinya bersih atau suci. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya dihadapan tuhannya.[2]
c.       Tasawuf  berasal dari kata shaff, artinya shaf atau barisan. Orang-orangnya dinamakan para sufi, menurut pendapat ini mereka berada pada barisan pertama di depan Allah karena besarnya keinginan shuffi dan kecendrungan hati mereka terhadap Allah.[3]
d.      Tasawuf  berasal dari bahasa Yunani yakni saufi, istilah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah yang berarti kebijaksanaan.
e.       Tasawuf  berasal dari kata shaufanah, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang banyak sekali tumbuh di padang pasir di tanah Arab, dan pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula dalam kesederhanaannya.
f.       Tasawuf berasal dari kata shuf, yang berarti bulu domba atau wol.[4]

Jadi, dari segi bahasa tasawuf dapat didefinisikan sebagai sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.

2.      Secara Istilah
Pengertian tasawuf secara istilah menurut beberapa para ahli adalah :
a.       Al-jurairi.
Tasawuf adalah masuk ke dalam segala budi (akhlak ) yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah.
b.      Al-junaidi.
Tasawuf  adalah (kesadaran) bahwa yang hak (Allah) adalah yang mematikanmu dan yang menghidupkanmu. Pengertian tasawuf  yang lain adalah membersihkan hati dari apa saja yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (insting) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal akikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’at.
c.       Abu hamzah
Tasawuf  merupakan memilih hidup fakir setelah (sebelumnya hidup) kaya, memilih menghinakan diri setelah (sebelumnya hidup) penuh penghormatan, memilih menyembunyikan diri setelah (sebelumnya hidup) terkenal.
d.      ‘Amir bin usman al-maqi
Tasawuf adalah melakukan sesuatu yang terbaik di setiap saat.
e.       Muhammad ali al-qassab
Tasawuf  merupakan akhlak mulia yang timbul pada waktu mulia dari seorang yang mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia pula.
f.       Syamnun
Tasawuf adalah memiliki sesuatu dan tidak dimiliki sesuatu.
g.      Ma’ruf al-kurkhi,
Tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak berharap terhadap apa yang ada di tangan makhluk.[5]
h.      Syaikhul islam zakariya al-anshari
Tasawuf  adalah ilmu yang menerangkan hal-hal tentang cara mensuci bersihkan jiwa, tentang cara pembinaan kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.[6]
Selanjutnya, jika tasawuf dilihat dari sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka pengertian tasawuf adalah upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kemudian, jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk bertuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan tuhan.[7]
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji allah dan mengikuti syariat rasul dalm mendekatkan diri mencapai keridhoan-Nya.

B.     Tujuan dan Manfaat Mempelajari Tasawuf
Tujuannya adalah ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas). Tasawuf memiliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun tasawuf tidak boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman atau pun tata cara yang dilakukan. Melihat dari situ kita bisa memahami betapa pentingnya mengenal Allah secara lebih dalam dan memahaminya dengan benar. Sama juga dengan kebersihan diri dan taqarrub, tapi kita tak boleh melanggar apapun yang telah Al-Qur`an berikan.
Manfaat mempelajari tasawuf adalah dapat membedakan mana yang baik dan tidak, membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat akan terhadap Allah Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan abadi.

C.    Dasar-Dasar atau Sumber Ajaran Tasawuf
Dalam hal ini tasawuf pada pembentukannya adalah manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan demikian sumber utama ajaran tasawuf adalah ajaran-ajaran islam, sebab tasawuf ditimba dari Al-qur’an, As-Sunah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat.
Adapun uraian dasar-dasar tasawuf itu adalah : [8]

1.      Dasar Al-Qur’an
            Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang didalamnya terkandung muatan-muatan ajaran islam, baik aqidah, syari’ah, maupun mu’amalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an itu, di satu sisi memang ada yang perlu dipahami secara tekstual lahiriyah, tetapi disisi lain juga ada hal yang perlu dipahami secara kontekstual rohaniah. Sebab, jika ayat-ayat Al-Qur’an dipahami secara lahiriyah saja akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis.
Secara umum, ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah dan batiniyah. Pemahaman kehidupan yang bersifat batiniyah pada gilirannya melahirkan tasawuf.
Al-qur’an menegaskan tentag keberadaan allah di manapun hamba-hamba-Nya berada. Hal ini ditegaskan dalam Q.S. Al-Baqarah : 115.
¬!ur ä-̍ô±pRùQ$# Ü>̍øópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷ƒr'sù (#q9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 žcÎ) ©!$# ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÊÊÎÈ 
Artinya: “ dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah allah. Sesungguhnya allah maha luas lagi maha mengetahui.

Bagi kaum sufi, ayat di atas mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan ada di situ pula Tuhan dapat dijumpai.
Allah pun memberikan penjelasan tentang kedekatan manusia dengan-Nya, yang terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah:186
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  

Artinya : ”dan apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

            Kata “da’a” dalam ayat itu tidak diartikan berdo’a oleh kaum sufi, tetapi berseru dan memanggil. Kalau kita teliti lebih mendalam semua tingkatan dan keadaan yang dilalui para sufi (yang pada dasarnya merupakan objek tasawuf), landasannya akan banyak ditemukan dalam Al-Qur’an.[9]
2.      Dasar Hadits
Umumnya yang dinyatakan sebagai landasan ajaran tasawuf adalah hadis-hadis berikut :
a.       Aisyah berkata :



Artinya :”adalah nabi SAW bangun shalat malam, sehingga bengkak kakinya, aku berkata kepadanya, ‘gerang apakah sebabnya, wahai utusan Allah, engkau sekuat tenga melakukan ini, padahal allah telah berjanji akan mengampuni kesalahanmu, baik yang terdahulu maupun yang akan datang?’beliau menjawab “ apakah aku tidak akan suka menjadi hamba allah yang bersyukur?’ “(H.R Abukhari dan muslim)

b.      Rasulullah SAW bersabda:


Artinya: ”demi Allah, aku memohon ampunan kepada Allah dalam sehari semalam (tidak kurang dari 70 kali) (H.R Abu khari)

c.       Rasulullah bersabda:


Artinya:”zuhud lah terhadap dunia maka Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di tangan oranmg lain maka mereka akan mencintaimu. (H.R Ibnu Majah).

Selanjutnya, dalam kehidupan nabi Muhammad SAW juga terdapat petunjuk yang menggambarkan bahwa dirinya adalah seorang sufi. Ini semua terlihat bahwa nabi Muhammad telah melakukan pengasingan diri ke gua hira menjelang datangnya wahyu. Beliau menjauhi pola hidup kebendaan saat orang arab tengah tenggelam didalamnya, seperti dalam praktik perdagangan yang didasarkan pada prinsip menghalalkan segala cara. Kalangan sahabatpun ada yang mengikuti praktik bertasawuf sebagaimana yang dipraktekkan nabi Muhammad, seperti Abu Bakar Ash-shidiq, khalifah Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Hudzaifah al-Yamani, Abu Dzar Al-ghifari dan Tamim Ad-dari.
Dari uraian dasar-dasar tasawuf di atas, baik Al-qur’an, Al-hadis, maupun suri tauladan dari para sahabat, ternyata merupakan benih-benih tasawuf dalam kedudukannya sebagai ilmu tentang tingkatan dan keadaan. Dengan kata lain, ilmu tentang moral dan tingkah laku manusia terdapat rujukannya dalam Al-qur’an.    
  
D.    Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf
      Sejarah tasawuf atau cikal bakal ajaran tasawuf adalah gerakan hidup zuhud, di mana pertumbuhan dan perkembangan tasawuf ini dibagi dalam beberapa periode yaitu :
1.      Masa pembentukan
            Sebelum lahirnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul gerakan zuhud. Gerakan zuhud ini timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II hijriah. Gerakan ini lahir sebagai reaksi terhadap hidup mewah dari khalifah dan keluarga serta pembesar negara sebagai akibat kekayaan yang diperoleh setelah islam meluas ke Syiria, Mesir, Mesopotamia, dan Persia.
Pada dasarnya ada empat faktor yang menyebabkan kelahiran gerakan hidup zuhud dalam Islam, yaitu :[10]
a.       Ajaran-ajaran Islam itu sendiri.
Pada dasarnya, kitab suci Al-Qur’an telah mendorong kita agar hidup saleh dan bertaqwa kepada Allah SWT. Sehingga dengan adanya dorongan-dorongan seperti itu muncullah gerakan zuhud yang akan menunaikan perintah Al-Qur’an tersebut.
b.      Revolusi rohani kaum muslimin terhadap sistem sosial politik yang berlaku.
Revolusi rohani maksudnya adalah perubahan besar dari kaum muslimin yang telah terjadi akibat adanya sistem politik yang berlaku yang tidak sesuai dengan tuntutan Islam
c.       Dampak asketisme masehi.
Asketisme masehi merupakan gerakan untuk hidup memyendiri dari yang merupakan ajaran kristen, dimana dampak asketisme masehi ini lebih besar terhadap aspek organisasional ketimbang terhadap aspek-aspek prinsip umumnya.
d.      Penentangan terhadap fiqh dan kalam.
Faktor ini muncul karena tuntutan murni Islam, dimana sebagian besar kaum muslimin yang saleh merasa bahwa pemahaman para fuqaha dan ahli kalam tentang Islam tidak dapat sepenuhnya memuaskan perasaan keagamaan kaum muslimin pada masa itu.


            Pada abad I Hijriah, lahirlah Hasan Basri seorang zahid pertama dan termasyhur dalam sejarah tasawuf. Ia membawa ajaran khauf dan raja’, mempertebal takut, dan harap kepada tuhan. Kemudian pada akhir abad II Hijriyah, muncul Rabi’ah Al-Adawiyah, seorang sufi wanita yang terkenal dengan ajaran cintanya.
Menurut Abu al-wafa, zuhud Islam pada abad I dan II Hijriyah mempunyai karakter sebagai berikut :
a.       Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama, yang dilatar belakangi oleh sosio politik, coraknya bersifat sederhana, praktis, tujuannya untuk meningkatkan moral.
b.      Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Sementara sarana-sarana praktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT, dan berlebih-lebihan dalam merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak-Nya, dan berserah diri kehendak-Nya. Dengan demikian tasawuf pada masa ini mengarah pada tujuan moral.
c.       Motif zuhudnya adalah rasa takut, yaitu rasa takut muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad II H, ditangan Rabi’ah al- Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rasa takut terhadap azab-Nya maupun harapan terhadap pahala-Nya. Hal ini dicerminkan lewat penyucian diri, dan abstraksi dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan.
d.      Menjelang akhir abad II H, sebagian zahid, khususnya di Khurasan, dan Rabi’ah al-Adawiyah, ditandai kedalaman membuat analisa yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf. Kelompok ini sekalipun dekat dengan tasawuf, tidak dipandang sebagai para sufi dalam pengertian yang sempurna. Mereka lebih tepat dipandang sebagai cikal-bakal para pendiri tasawuf falsafi abad III dan IV Hijriyah.
2.      Masa pengembangan
            Pada abad ini tasawuf sudah bercorak kefana’an (eksiase) yang menjurus kepersatuan hamba dengan khalik. Pada abad III dan IV Hijriyah, terdapat dua aliran tasawuf, yaitu :
a.       Tasawuf sunni
Tasawuf sunni yaitu bentuk tasawuf yang memagari ajarannya dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqomat (tingkatan ruhani) merea kepada kedua sumber tersebut.
b.      Aliran tasawuf falsafi
Pada aliran ini para pengikutnya cendrung pada ungkapan-ungkapan ganjil serta bertolak dari keadaan fana’ menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan.

3.      Masa konsolidasi
            Tasawuf pada abad V Hijriyah mengadakan konsolidasi. Pada masa ini ditandai kompetisi dan pertarungan antara tasawuf falsafi dengan tasawuf sunni. Tasawuf sunni memenangkan pertarungan, dan berkembang sedemikian rupa, sedangkan tasawuf falsafi tenggelam dan akan muncul lagi pada abad VI Hijriyah dalam bentuknya yang lain. Kemenangan tasawuf sunni ini dikarenakan menangkan aliran theology ahl Sunnah wa al-jama’ah yang dipelopori oleh Abu Hasan al-Asy’ary, yang mengadakan kritikan pedas terhadap teori Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj, sebagaimana tertuang dalam syathahiyatnya yang nampak bertentangan dengan kaidah dan akidah islam. Oleh karena itu tasawuf pada periode ini cenderung mengadakan pembaharuan yaitu periode konsolidasi, merupakan periode yang ditandai pemantapan dan pengembalian tasawuf ke landasannya, yaitu al-Qur’an dan hadist. Tokoh-tokohnya adalah al-Qusyairi, Al-Harawi dan al-Ghazali. Para pengkaji tasawuf sering menempatkan al-Ghazali sebagai tokoh utama dalam periode ini, yang menyelamatkan tasawuf dari kehancuran.

4.      Masa falsafi
Memasuki abad VI Hijriyah, tasawuf falsafi yang muncul pada abad III dan IV Hijriyah, tenggelam pada abad V Hijriyah, muncul kembali dalam bentuknya yang lebih sempurna. Bila tasawuf sunni memperoleh bentuk yang final pada pengajaran al-Ghazali, maka tasawuf  falsafi mencapai puncak kesempurnaannya pada pengajaran Ibn Arabi. Dengan pengetahuannya yang amat kaya, baik dalam lapangan ilmu keislaman maupun dalam lapangan filsafat, ia berhasil menghasilkan karya yang cukup banyak. Hampir semua praktek, pengajaran dan ide yang berkembang dikalangan kaum sufi diliputnya dengan penjelasan-penjelasan yang memadai. Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud (wahdah al-wujud).
Tasawuf falsafi karena telah dilengkapi oleh Ibn Arabi, memperoleh tanah yang subur, terutama dipersia. Umumnya kalangan Syi’ah Isma’illiyah dan Syi’ah Duabelas dapat membenarkan paham ini dan berbagai paham falsafi lainnya. Karena itulah tasawuf falsafi biasa disebut tasawuf syi’I yang artinya tasawuf yang dapat diterima oleh umumnya kebanyakan kaum syi’ah.
5.      Masa pemurnian.
Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan tasawuf, penyelewengan dan skandal yang mengancam reputasi baik tasawuf. Tak terelakan lagi, legenda-legenda tentang keajaiban dikaitkan dengan tokoh-tokoh sufi dan dikembangkan, dan masyarakat awam segera menyambut tipu muslihat itu, dan bahkan terjadi pengkutusan terhadap wali-wali. Khurafat dan takhayul, klenik dan hidup memalukan, bicara tak karuan merupakan jalan menuju ketenaran, kekayaan dan kekuasaan.
Kemudian tasawuf pada waktu itu mengabaikan syari’at dan hokum-hukum moral dan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan, berbentengkan diri dari dukungan awam untuk menghindarkan diri dari rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang irrasional. Bersamaan dengan itu, muncullah Ibn Taimiyah yang dengan lantang menyerang penyelewengan para sufi tersebut. Dia terkenal kritis, peka terhadap lingkungan sosialnya, polemis dan giat berusaha meluruskan ajaran Islam yang telah diselewengkan para sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber ajaran islam al-Qur’an dan Sunnah.
Ibn Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagaimana yang pernah diajarkan Rasulullah SAW, yakni menghayati ajaran islam, tanpa mengikuti aliran thariqah tertentu, dan tetap melibatkan diri dalam kegiatan sosial, sebagaimana manusia pada umumnya. Tasawuf model ini yang cocok untuk dikembangkan di masa modern seperti sekarang ini.



PENUTUP
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji allah dan mengikuti syariat rasul dalm mendekatkan diri mencapai keridhoan-Nya.
Dasar-dasar atau sumber ajaran tasawuf adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf  :
1.      Masa pembentukan
Pada masa ini diawali dengan lahirnya gerakan hidup zuhud yaitu gerakan yang timbul sebagai reaksi terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar negara sebagai akibat kekayaan yang diperoleh setelah Islam meluas keberbagai negara.
2.      Masa pengembangan
Pada masa ini tasawuf mulai bercorak kefanaan yang menjurus kepada persatuan hamba dengan khaliknya
3.      Masa konsolidasi
Pada masa ini terjadinya pertarungan dan kompetisi antara dua gerakan tasawuf yang muncul yaitu tasawuf sunni dan tasawuf falsafi
4.      Masa falsafi
Pada masa ini munculnya tasawuf falsafi yang baru dalam bentuk yang lebih sempurna setelah tenggelam pada abad V Hijriyah
5.      Masa pemurnian
Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan tasawuf, penyelewengan, dan skandal yang mengancam reputasi baik tasawuf. Bersamaan dengan ini, muncullah Ibnu Taimiyah yang dengan lantang menyerang penyelewengan para sufi tersebut.



DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abudin Nata. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta :Raja Grafindo Persada,
Deswita. 2010. Akhlak Tasawuf. Batusangkar : Stain Press.
Musthofa. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.
Solihin. dkk. 2008.  Ilmu Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.




                [1] Solihin, dkk. Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 11
                [2] Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar : Stain Press, 2010), h. 106-107
                [3] Ibid, h. 107
                [4] Solihin, Op-Cit, h. 12
                [5] Ibid, h. 13-15
                [6] Musthofa, Akhlak tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia), h.207
[7]Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1996), h. 180
                [8] Musthofa. Op-Cit. h. 16-30
[9] Ibid, h. 35  
[10] Deswita. Op-Cit.h. 126

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATA SERAPAN DAN TANDA BACA

Pendekatan Pemecahan Masalah

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK