PROBLEMA PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK



1.      Lupa dan Kejenuhan Dalam Belajar
      Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Jadi lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
A.    Faktor-faktor Penyebab Lupa
o   Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Gangguan konflik ini terbagi menjadi dua yaitu :
a.       Gangguan proaktif (Proactive interference) yaitu apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Ini terjadi jika siswa mempelajari materi yang mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. (Psychology Education, 2002)
b.      Ganguan retroaktif (retroactive interference) yaitu apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa. Jadi materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali, sehingga siswa tersebut lupa. (Psychology Education, 2002)
o   Lupa dapat terjadi pada seseorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini dapat terjadi karena item informasi yang berupa pengetahuan tanggapan atau kesan dan sebagainya yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya sehingga ke alam ketidaksadaran.
o   Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Andreson 1990). Jika siswa belajar hanya dengan mengenal melalui keterangan atau gambar saja, maka jika siswa menemui yang telah dipelajarinya, mereka akan lupa.
o    Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, jika siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, karena hanya tidak suka dengan gurunya maka materi pelajarannya akan terlupakan.
o    Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa (Hilgard & Bower 1975).  
o    Lupa tentu saja dapat tejadi karena perubahan urat syaraf otak.
B.      Kiat Mengurangi Lupa
            Menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), kiat untuk mengurangi lupa yaitu :
a.      Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Ini terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan
b.     Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar.
c.     Mnemonic device (muslihat memori) berarti kiat khusus yang diterjadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa.
d.     Clustering (pengelompokan) ialah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Misalnya daftar I mengelompokkan daftar nama-nama negara, daftar II singkatan lembaga negara, dan daftar III singkatan nama-nama lembaga internasional.
e.      Distributed practive (latihan terbagi) adalah latihan terkumpul yang sudah dianggap tidak efektif karena mendorong siswa melakukan cramming, yakni belajar banyak meteri secara tergesa-gesa dalam waktu yan singkat.
f.        The serial position effect (pengaruh letak bersambung) untuk memperoleh efek yang positif siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah dsb) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat.
C.     Kejenuhan Belajar
         Kejenuhan ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Jadi kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu :
a.      Siswa yang telah kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa tertentu sampai pada tingkat keterampilan berikutnya (Chaplin, 1972).
b.      Kejenuhan dapat juga terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan jasmaniahnya karena bosan (borring) dan keletihan (fatigue).
            Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psycology of Learning, keletihan siswa dapat diketegorikan menjadi :
1) keletihan indra siswa,
2) keletihan fisik siswa
3) keletihan mental siswa. Keletihan indra dan fisik siswa dapat dihilangkan dengan mudah dengan beristirahat dengan cukup. Tetapi keletihan mental tidak mudah mengatasinya. (Cross, The Psycology of Learning, 1974)
            Kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang menyebabkan kejenuhan belajar, yaitu :
a.      Melakukan istirahat dan mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup banyak.
b.     Pengubahan atau penjadwalan kembal jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat.
c.      Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa
d.     Memberikan motivasi dan stimulus baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya. Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan cara mencoba belajar dan belajar lagi.
2.            Phobia Sekolah
Fobia : kecemasan atau penyakit ketakutan yang luar biasa, terus-menerus dan irrasional sebagai respon terhadap eksternal tertentu.
Fobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika "masa keberangkatan" sudah lewat, atau hari Minggu / libur.
Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14 - 15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.


Tingkatan dan Jenis Penolakan Terhadap Sekolah
Para ahli menunjuk adanya beberapa tingkatan school refusal, mulai dari yang ringan hingga yang berat (fobia), yaitu:
1. Initial school refusal behavior
adalah sikap menolak sekolah yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat                 (seketika/ tiba-tiba) yang berakhir dengan sendirinya tanpa perlu penanganan.

2. Substantial school refusal behavior
adalah sikap penolakan yang berlangsung selama minimal 2 minggu.

3. Acute school refusal behavior
adalah sikap penolakan yang bisa berlangsung 2 minggu hingga 1 tahun, dan selama   itu anak mengalami masalah setiap kali hendak berangkat sekolah

4. Chronic school refusal behavior
adalah sikap penolakan yang berlangsung lebih dari setahun, bahkan selama anak tersebut bersekolah di tempat itu.

Tanda-tanda Fobia Sekolah
Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria fobia sekolah atau pun school refusal, yaitu:
*Menolak untuk berangkat ke sekolah.
Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang
Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan mama/papa atau       pengasuhnya, atau menunjukkan "tantrum"nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya.
*Menunjukkan ekspresi/ raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang - dan ini berlangsung selama periode tertentu.
Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
*Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah.
*Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.


Waktu Berlangsungnya Fobia Sekolah
         Berapa lama waktu berlangsungnya fobia sekolah amat tergantung pada penanganan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin lama problem itu akan selesai dan makin sering/ intens keluhan yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu.

Faktor Penyebab
Ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi mogok sekolah. orangtua perlu bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi sikap pemogokan itu, agar dapat memberikan penanganan yang benar-benar tepat. Alangkah baiknya, jika orangtua mau bersikap terbuka dalam mempelajari dan mencari semua kemungkinan yang bisa terjadi. Konsultasi dengan guru di sekolah, sharing dengan sesama orangtua murid, diskusi dengan anak, konsultasi dengan konselor/ psikolog, (kalau perlu) memeriksakan anak ke paramedis/ dokter sesuai keluhan yang dikemukakannya, hingga introspeksi diri - adalah metode yang tepat untuk mendapatkan gambaran penyebab dari fobia sekolah anak. Berhati-hatilah untuk membuat diagnosa secara subyektif, didasarkan pada pendapat pribadi diri sendiri atau keluhan anak semata.

    Di bawah ini ada beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal:
1. Separation Anxiety
         Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18 - 24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (preschooler, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap orangtua, rumah, atau pun mainannya - tapi mereka pun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah.

         Separation anxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, hangat dan akrab yang amat dekat hubungannya dengan orangtua. Singkat kata, tidak ada masalah dengan orangtua. Orangtua mereka adalah orangtua yang baik dan peduli pada anak, dan mempunyai kelekatan yang baik. Namun tetap saja anak cemas pada saat sekolah tiba. Tanpa orangtua pahami, anak-anak sering mencemaskan orangtuanya. Mereka takut kalau-kalau orangtua mereka diculik, atau diserang monster atau mengalami kecelakaan sementara mereka tidak berada di dekat orangtua. Ketakutan itu tidak dibuat-buat, namun merupakan fenomena yang biasa hinggap pada anak-anak usia batita dan balita. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin berpisah dari orangtua dan malah lengket-nempel terus pada mama-papanya. Peningkatan kecemasan menimbulkan rasa tidak nyaman pada tubuh mereka, dan ini lah yang sering dikeluhkan (perut sakit, mual, pusing, dsb.). Sejalan dengan perkembangan kognisi anak, ketakutan dan kecemasan yang bersifat irrasional itu akan memudar dengan sendirinya karena anak mulai bisa berpikir logis dan realistis.
         Separation anxiety bisa muncul kala anak selesai menjalani masa liburan panjang atau pun mengalami sakit serius hingga tidak bisa masuk sekolah dalam jangka waktu yang panjang. Selama di rumah atau liburan, kuantitas kedekatan dan interaksi antara orangtua dengan anak tentu saja lebih tinggi dari pada ketika masa sekolah. Situasi demikian, sudah tentu membuat anak nyaman dan aman. Pada waktu sekolah tiba, anak harus menghadapi ketidakpastian yang menimbulkan rasa cemas dan takut. Namun, dengan berjalannya waktu, anak yang memiliki rasa percaya diri, dapat perlahan-lahan beradaptasi dengan situasi sekolah.


         Peneliti berpendapat, anak yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah, berpotensi menjadi anak yang anxiety prone-children (anak yang memiliki kecenderungan mudah cemas) dan cenderung mudah mengalami depresi. Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa sikap dan pola asuh yang diterapkan pada anak ikut menyumbang terbentuknya dependency (ketergantungan), rasa kurang percaya diri dan kekhawatiran yang berlebihan. Contohnya, sikap orangtua yang overprotective terhadap anak hingga tidak menumbuhkan rasa percaya diri keberanian dan kemandirian. Anak tidak pernah diperbolehkan, dibiarkan atau didorong untuk berani mandiri.
Orangtua takut kalau-kalau anaknya kelelahan, terluka, jatuh, tersesat, sakit, dan berbagai alasan lainnya. Anak selalu berada dalam proteksi, pelayanan dan pengawalan melekat dari orangtua. Akibatnya, anak akan tumbuh menjadi anak manja, selalu tergantung pada pelayanan dan bantuan orangtua, penakut, cengeng, dan tidak mampu memecahkan persoalannya sendiri. Banyak orangtua yang tanpa sadar membuat pola ketergantungan ini berlangsung terus-menerus agar mereka merasa selalu dibutuhkan (berarti, berguna) dan sekaligus menjadikan anak sebagai teman "abadi". Padahal, dibalik ketergantungan sang anak terhadap orangtua, tersimpan kebutuhan dan ketergantungan orangtua pada "pengakuan" sang anak. Akibatnya, keduanya tidak dapat memisahkan diri saat anak harus mandiri dan sulit bertumbuh menjadi individu yang dewasa.

2. Pengalaman Negatif di Sekolah atau Lingkungan
         Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan atau pun di"ganggu" teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau "seram" membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya cemas, seperti mobil jemputan yang tidak nyaman karena ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang "menyeramkan" di perjalanan, takut diperas oleh kawanan anak nakal, atau takut melewati jalan yang sepi. Para ahli mengatakan, bahwa masalah-masalah tersebut sudah dapat menimbulkan stress dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang, resah, dan mulai merengek tidak mau sekolah, ketika mulai mendekati waktu keberangkatan.         
         Masalahnya, tidak semua anak bisa menceritakan ketakutannya itu karena mereka sendiri terkadang masih sulit memahami, mengekspresikan dan memformulasikan perasaannya. Belum lagi jika mereka takut dimarahi orangtua karena dianggap alasannya itu mengada-ada dan tidak masuk akal. Dengan sibuknya orangtua, sementara anak-anak lebih banyak diurus oleh baby sitter atau mbak, makin membuat anak sulit menyalurkan perasaannya; dan akhirnya yang tampak adalah mogok sekolah, agresif, pemurung, kehilangan nafsu makan, keluhan-keluhan fisik, dan tanda-tanda lain seperti yang telah disebutkan di atas.

3. Problem Dalam Keluarga
         Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem yang sedang dialami oleh orangtua atau pun keluarga secara keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan melihat pertengkaran yang terjadi antara papa-mamanya, tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi belajar. Anak merasa ikut bertanggung jawab atas kesedihan yang dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya - atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya yang sakit ketika ia tidak ada di rumah.

Penanganan
         Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal.
1. Tetap menekankan pentingnya bersekolah
Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya secara langsung. Menurut para ahli tersebut, keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah, malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin berkurang hari demi hari. Makin lama dia "diijinkan" tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Kemungkinan besar anak akan coba-coba bernegosiasi dengan orangtua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi orangtua. Jika ternyata pada suatu hari orangtua akhirnya "luluh", maka keesokkan harinya anak akan mengulang pola yang sama. Tetaplah bersikap hangat, penuh pengertian, namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan anak bahwa semua akan lebih baik setibanya dia di sekolah.

2. Berusahalah untuk tegas dan konsisten
         Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak yang tidak mau sekolah.dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak yang tidak mau sekolah. Entah karena pusing mendengar suara anak atau karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua seringkali meluluskan permintaan anak. Tindakan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Jika ketika bangun pagi anak segar bugar dan bisa berlari-lari keliling rumah atau pun sarapan pagi dengan baik, namun pada saat mau berangkat sekolah, tiba-tiba mogok - maka sebaiknya orangtua tidak melayani sikap "negosiasi" anak dan langsung mengantarnya ke sekolah. Satu hal penting untuk diingat adalah hindari sikap menjanjikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah, karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik (hanya mau sekolah jika diberi hadiah). Anak tidak akan mempunyai kesadaran sendiri kenapa dirinya harus sekolah dan terbiasa memanipulasi orangtua/ lingkungannya. Anak jadi tahu bagaimana taktik atau strategi yang jitu dalam mengupayakan agar keinginannya terlaksana.
         Jika sampai terlambat, anak tetap harus berangkat ke sekolah - kalau perlu ditemani/ diantar orangtua. Demikian juga jika sesampai di sekolah anak minta pulang, maka orangtua harus tegas dan bekerja sama dengan pihak guru untuk menenangkan anak agar akhirnya anak merasa nyaman kembali. Jika anak menjerit, menangis, ngamuk, marah-marah atau bertingkah laku aneh-aneh lainnya, orangtua hendaknya sabar. Ajaklah anak ke tempat yang tenang dan bicaralah baik-baik hingga kecemasan dan ketakutannya berkurang/ hilang, dan sesudah itu bawalah anak kembali ke kelasnya. Situasi ini dialami secara berbeda antara satu orang dengan yang lain, tergantung dari kemampuan orangtua menenangkan dan mendekatkan diri pada anak. Namun jika orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi sikap anaknya, mintalah bantuan pada guru atau sesama orangtua murid lainnya yang dikenal cukup dekat oleh anak. Terkadang, keberadaan mereka justru membuat anak lebih bisa mengendalikan diri.

3. Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter
         Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/ tidaknya problem kesehatan anak. orangtua tentu lebih peka terhadap keadaan anaknya setiap hari; perubahan sekecil apapun biasanya akan mudah dideteksi orangtua. Jadi, ketika anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya (pusing, mual, dsb.), orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali ke sekolah. Selain itu, dokter pun dapat membantu orangtua memberikan diagnosa, apakah keluhan anak merupakan pertanda dari adanya stress terhadap sekolah, atau kah karena penyakit lainnya yang perlu ditangani secara seksama.

4. Bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah
         Pada umumnya para guru sudah biasa menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal (terutama guru-guru pre-school hingga TK). Hampir setiap musim sekolah tiba, ada saja murid yang mogok sekolah atau menangis terus tidak mau ditinggal orangtuanya atau bahkan minta pulang. Orangtua bisa minta bantuan pihak guru atau pun school assistant untuk menenangkan anak dengan cara-cara seperti membawanya ke perpustakaan, mengajak anak beristirahat sejenak di tempat yang tenang, atau pada anak yang lebih besar, guru dapat mendiskusikan masalah yang sedang memberati anak. Guru yang bijaksana, tentu bersedia memberikan perhatian ekstra terhadap anak yang mogok untuk mengembalikan kestabilan emosi sambil membantu anak mengatasi persoalan yang dihadapi - yang membuatnya cemas, gelisah dan takut. Selain itu, berdiskusi dengan guru untuk meneliti faktor penyebab di sekolah (misalnya diejek teman, dipukul, dsb) adalah langkah yang bermanfaat dalam upaya memahami situasi yang biasa dihadapi anak setiap hari.

5. Luangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak
Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut, cemas atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak. Cara ini hanya akan membuat anak makin tertutup pada orangtua hingga masalahnya tidak bisa terbuka dan tuntas. Orangtua perlu menyatakan kesediaan untuk mendampingi dan membantu anak mengatasi kecemasannya terhadap sesuatu, termasuk jika masalah bersumber dari dalam rumah tangga sendiri. Orangtua perlu introspeksi diri dan kalau perlu merubah sikap demi memperbaiki keadaan dalam rumah tangga.
         Orangtua pun dapat mengajarkan cara-cara atau strategi yang bisa anak gunakan dalam menghadapi situasi yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk menghindari problem, karena anak akan makin tergantung pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

6. Lepaskan anak secara bertahap
         Pengalaman pertama bersekolah tentu mendatangkan kecemasan bagi anak, terlebih karena ia harus berada di lingkungan baru yang masih asing baginya dan tidak dapat ia kendalikan sebagaimana di rumah. Tidak heran banyak anak menangis sampai menjerit-jerit ketika diantar mamanya ke sekolah. Pada kasus seperti ini, orangtua perlu memberikan kesempatan pada anak menyesuaikan diri dengan lingkungan baru-nya. Pada beberapa sekolah, orangtua/ pengasuh diperbolehkan berada di dalam kelas hingga 1 - 2 minggu atau sampai batas waktu yang telah ditentukan pihak sekolah. Lepaskan anak secara bertahap, misalnya pada hari-hari pertama, orangtua berada di dalam kelas dan lama kelamaan bergeser sedikit-demi sedikit di luar kelas namun masih dalam jangkauan penglihatan anak. Jika anak sudah bisa merasa nyaman dengan lingkungan baru dan tampak "happy" dengan teman-temannya - maka sudah waktunya bagi orangtua untuk meninggalkannya di kelas dan sudah waktunya pula bagi orangtua untuk tidak lagi bersikap overprotective, demi menumbuhkan rasa percaya diri pada anak dan kemandirian.

7. Konsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi berlarut-larut
         Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya. Apalagi, jika fobia sekolah ini sampai mengakibatkan anak ketinggalan pelajaran, prestasinya menurun dan hambatan penyesuaian diri yang serius - maka secepat mungkin persoalan ini segera dituntaskan. Psikolog/ konselor akan membantu menemukan pokok persoalan yang mendasari ketakutan, kecemasan anak, sekaligus menemukan elemen lain yang tidak terpikirkan oleh keluarga - namun justru timbul dari dalam keluarga sendiri (misalnya takut dapat nilai jelek karena takut dimarahi oleh papanya). Untuk itulah konselor/ psikolog umumnya menghendaki keterlibatan secara aktif dari pihak orangtua dalam menangani masalah yang dihadapi anaknya. Jadi, orangtua pun harus belajar mengenali siapa dirinya dan menilai bagaimana perannya sebagai orangtua melalui masalah-masalah yang timbul dalam diri anak.
Penyembuhan
Biasanya pengidap phobia cenderung membiarkan phobianya, dengan menghindari objek phobianya. Tapi daripada dibiarkan lebih baik diobati. Capek juga kan terus menghindar?  

      Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan phobia:
1.Hipnotis. Tentunya dengan bantuan ahli terapi dengan memasukkan sugesti-sugesti  yang baik.
2. Desentisasi yaitu dengan mendekatkan pengidap phobia dengan objek yang  membuatnya takut Dengan cara bertahap dan membuatnya merasa rileks terlebih dahulu.
3.  Mengajarkan pengidap phobia untuk berespon menghadapi ketakutannya daripada panik saat takut.
Beberapa jenis phobia spesifik diantara adalah :
o       Arachnophobia : phobia pada laba-laba
o       Acrophobia: phobia  pada ketinggian
o       Aerophobia : phobia pada pesawat, melakukan perjalanan via pesawat
o       Afrophobia  : phobia pada orang afrika atau kebudayaan afrika
o       Agoraphobia : phobia pada lapangan
o       Antlophobia : phobia pada banjir
o       Brontophobia : phobia pada suara dan kilat petir
o       Bibliophobia : phobia pada buku
o       Carcinophobia : phobia pada munculnya kanker dalam diri (cancerophobia)
o       Cat Phobia : phobia pada kucing (ailurophobia)
o       Claustrophobia : phobia pada ruangan sempit
o       Clown Phobia : phobia pada badut (coulrophobia)
o       Commitment phobia : phobia pada komitmen, terikat pada pasangannya
o       Caucasophobia : phobia pada orang dari ras kaukasus
o       Cenophobia : phobia pada ruangan yang kosong
o       Dendrophobia : phobia pada pepohonan
o       Dog Phobia : phobia pada anjing atau rabies (cynophobia)
o       Driving Phobia : phobia mengendarai mobil (amaxophobia)
o       Enissophobia : phobia melakukan dosa atau komit
o       Erythrophobia : phobia pada warna merah pada pipi, warna merah(ereuthophobia).
o       Ecclesophobia  : phobia pada gereja
o       Glossophobia :  phobia untuk berbicara atau memulai pembicaraan di depan publik
o       Genuphobia   : phobia pada lutut
o       Hydrophobia : phobia pada air, termasuk air liur anjing yang memungkinkan rabies
o       Hyperphobia : phobia pada ketinggian
o       Iatrophobia  : phobia pada dokter
o       Japanophobia  : phobia pada orang jepang
o       Lyghopobia  : phobia gelap
o       Necrophobia : phobia pada kematian atau kehilangan sesuatu (mati)
o       Needle Phobia  : phobia pada benda runcing, jarum (aichmophobia)
o       Nudophobia  : phobia telanjang, melihat orang telanjang
o       Olfactophobia  : phobia pada rasa bau-bauan yang menyengat
o       Ornithophobia  : phobia pada burung-burung
o       Ponophobia  : phobia pada kerja keras yang dapat menimbulkan rasa sakit
o       Pupaphobia  : phobia pada boneka
o       Panophobia  : phobia pada segalanya
o       Photophobia : phobia pada cahaya
o       Rhanidaphobia : phobia pada katak
o       Schlionophobia : phobia pada sekolah
o       Thalassophobia  : phobia pada laut
o       Trichophobia  : phobia pada rambut (chaetophobia, hypertrichophobia)
o       Uranophobia : phobia pada surga
o       Venustraphobia : phobia pada perempuan cantik
o       Xanthophobia    : phobia pada warna kuning
·               Zoophobia  : phobia pada hewan
Ada 10 jenis objek yang paling sering ditakuti oleh manusia di muka bumi ini, yaitu :
1. Takut ular
Ini merupakan jenis phobia yang paling sering dijumpai. Ketakutan secara berlebihan pada ular dikaitkan pada kemampuan nenek moyang kita bertahan di alam liar.
Ular sejak dulu dianggap hewan berbisa, menjijikkan, dari masa ke masa. Bahkan juga diidentikkan dengan setan oleh keyakinan tertentu. Ternyata phobia akan ular ini bersifat evolusioner, diturunkan oleh nenek moyang manusia sejak zaman dulu sampai sekarag.
2. Takut laba-laba
Ditemukan bahwa kaum perempuan empat kali lipat lebih banyak jumlahnya yang takut atau jijik pada laba-laba daripada kaum lelaki.Pada studi yang dipublikasikan di jurnal Evolution and Human Behavior, David Rakison dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh mengatakan bahwa bayi perempuan usia 11 bulan mampu mengekspresikan ketakutan begitu melihat gambar laba-laba dan ular, sedangkan bayi lelaki tidak. Teori evolusi mengatakan bahwa hal itu wajar, sebab kaum perempuan sering bersua laba-laba di rumah, atau saat mereka menyiapkan makanan di dapur. Sedangkan kaum lelaki cenderung diajarkan untuk berani pada hewan tersebut ketika berada di alam liar.
3. Takut ruangan tertutup
Dikenal juga dengan nama agoraphobia, ketakutan ini diderita oleh 1,8 juta orang Amerika berusia dewasa, demikian menurut laporan  National Institute of Mental Health pada tahun 2008. Tempat tertutup yang dianggap sulit untuk mereka melarikan diri atau keluar merupakan obyek yang paling ditakuti. Biasanya mereka takut pada elevator/lift, ruang olah raga tertutup, jembatan, kendaraan transportasi umum, mobil, mall, bahkan juga pesawat. Penderita biasanya malas bepergian atau berada di dalam mobil terlalu lama.
4. Takut pada orang lain
Pernah bertemu orang yang mukanya memerah saat bicara di depan orang banyak? Berkeringat, susah bicara atau gagap atau bahkan sampai sakit perut? Itulah ciri-ciri orang yang takut pada orang lain atau dikenal dengan nama sosialphobia. Sebanyak 15 juta orang Amerika dewasa menderitanya, demikian menurut  National Institute of Mental Health. Yang parah, kadang bukan saat melakukan pembicaraan di depan umum saja. Penderita sosialphobia juga kerap kesulitan makan atau minum di depan orag banyak. Gejalanya baru terlihat setelah memasuki usia puber.5. Takut ketinggian
Ini adalah jenis phobia yang juga lumayan banyak penderitanya. Diperkirakan sebagnyak 3-5% dari seluruh populasi dunia menderita akrophobia, takut berada di tempat tinggi. Pada riset yang pernah dilakukan, penderita akrophobia merasa semua tempat tinggi berjarak lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Misalnya tinggi sebenarnya hanya 3 meter, maka di mata penderita akrophobia, mereka seperti melihat obyek yang tingginya 6 meter.
6. Takut kegelapan
Takut pada kegelapan yang diderita anak-anak ternyata adalah phobia paling umum juga. “Anak-anak mempercayai imajinasinya bahwa di kegelapan bisa mendadak muncul hanti, penculik, atau perampok,” jelas  Thomas Ollendick, profesor psikologi dan direktur Child Study Center di Virginia Tech. Secara normal, ketakutan ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Namun jika hingga usia dewasa kita masih menderita ketakutan pada gelap, maka artinya kita menderita nyctophobia.
7. Takut kilat dan halilintar
Bagi para penderita phobia ini, suara halilintar dan kilat akan terasa seperti menghentak jantung, bahkan membuat mereka berkeringat. Penderita yang parah bahkan sampai memutuskan pindah ke daerah yang aman dari petir dan kilat., demikian kata John Westefeld, ilmuwan dari University of Iowa.
Westefeld melaporkan, dari surveinya terhadap mahasiswa di tahun 2006, sebanyak 73% menderita ketakutan ringan pada cuaca. Namun kebanyakan mereka malu untuk mengakuinya. Bagi mereka yang phobia pada kilat dan halilintar, ada baiknya mulai melatih rasa panik dan kecemasan.
8. Takut terbang
Jangan dikira mereka ini orang udik yang belum pernah naik pesawat, sebab faktanya sebanyak 25 juta warga Amerika juga menderita phobia ini. Nama penyakitnya adalah aviophobia, dimana seseorang sangat takut naik pesawat. Bisa jadi memang sudah sejak lahir begitu, atau ada yang pernah mengalami kecelakaan pesawat sehingga merasa trauma naik pesawat lagi, sebab peristiwa mengerikan itu terus terbayang.
9. Takut Anjing
Tidak usah harus anjing besar jenis doberman, anjing yang imut macam pudel pun ditakuti. Penderita cynophobia ini mengalami rasa takut digigit anjing, bisa jadi memang pernah digigit atau melihat orang lain digigit anjing, demikian menurut profesor psikologi Brad Schmidt dari Ohio State University.
10. Takut Dokter Gigi
Bukan cuma anak kecil lho yang takut ke dokter gigi, orang dewasa juga ada. Sebanyak 9-20 oersen orang Amerika ternyata menghindari memeriksakan giginya ke dokter walau sudah dalam kondisi parah sekalipun. Rasa takut ini lebih disebabkan oleh rasa nyeri yang timbul ketika plak gigi dibersihkan, dan memang tidak semua orang bisa menahannya.
3.     Stress Sekolah
PENGERTIAN STRESS
Menurut Kozier (1989)
Stress adalah segala sesuatu yang member dampak secara total terhadap individu meliputi fisik,emosi,social,spiritual.
Menurut Dadang hawari(2000)
Stress adalah suatu bentuk ketegangan yang mempengaruhi fungsi alat-alat tubu
Menurut Dafis(1988)
Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihiondari yang disebabkan oleh perubahan yang memerlikan penyesuaian.
Menurut Hans Selye
Yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya.
Menurut Soeharto Heerdjan (1987)
Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam yang menimbul;kan suatu ketegangan dalam diri seseorang.
Menurut maramis
Stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri dan karena itu sesuatu yang mengganggu kita.
Menurut Vincent Cornelli
Stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntunan kehidupan,yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu didalam lingkungan tersebut.

Stres Sekolah
ü School stress, Stres yang khusus  dialami oleh siswa  dalam menghadapi tuntutan sekolah atau  stress dalam kegiatan belajar
ü  Kondisi stress atau perasaan tidak nyaman yang dialami  oleh siswa akibat adanya  ketegangan  fisik, psikologis,  dan perubahan tingkah laku  serta dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka.

Penyebab  stres:
1. Stresor biokologis. Seperti kebiasaan makan, minum,  polusi udara, obat-obatan. Bioritme-bioritme tubuh manusia.

2. Stresor psikososial. Cara individu menyesuaikan diri, frustrasi, overload, dan deprivasi.  Contoh kematian keluarga, ditimpa penyakit dan musibah. 

3. Stresor kepribadian 
      Tipe kepribadian seperti tipe kepribadian A
      Konsep diri yang negatif
      Kecemasan yang terus-menerus
      Kontrol diri yang kurang

Dampak stres sekolah:
1.      Pada penyesuaian  fisiologis,
2.      Pada psikologis
3.      Pada psikososial
4.      Pada penyesuaian akademis
Ex:  menantang dan berbicara di belakang guru, bebuat keributan, kelucuan, sakit kepala, sakit perut.

o   ASPEK UMUM STRESS
Respon tubuh.
Mekanisme perlindungan diri otomatis dan segera aktivasi
sistem syaraf dan endokrin fight dan flight
respon mekanik /kimia/thermal:
1. Selular
2. Humoral
3. Hormonal/endokrin
4. Saraf

o   TAHAPAN STRESS
Alarm Reaction : Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan     dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor.
Stage of Resistance : Tubuh kembali stabil, kadar hormon, frekuensi jantung, tekanan darah dan curah jantung kembali normal.
Stage of Exhaustion : Terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stress dan energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi menipis.

o    TIPE STRESSOR
1.Stressor Internal
Contohnya: tumor, cacat bawaan, hipertensi
2. Stressor Eksternal
Contohnya: Marah kepada teman, konflik dengan orang tua
3. Stessor Fisik
Contohnya : overdosis, virus, luka, suhu.
4.Stessor Psikologis
Contohnya : takut operasi, cemas terhadap operasi, dan berduka karena kematian orang tua.

Penanggulangan stres pada peserta didik :
      Berikan perhatian yang cukup
       Tolong anak sesuai dengan kebutuhannya
      Sediakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak
       Berilah pujian ketika melakukan perbuatan positif
      Jangan bebani mereka dengan masalah yang dihadapi  orang tua dan guru
      Berikan contoh dan tauladan dll.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATA SERAPAN DAN TANDA BACA

Pendekatan Pemecahan Masalah

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK